TUGAS INDIVIDU
BAHASA INDONESIA 2#
DINA ISNAENI ALIZA DEWI
12111144
UNIVERSITAS GUNADARMA
RESENSI NOVEL “Sang Pemimpi”
I.
Identitas
Novel
Judul Buku : Sang Pemimpi
Penulis : Andrea Hinata
Penerbit : P.T. Bentang Pustaka
Jumlah Halaman : x + 292 Halaman
Cetakan : ke-14, Januari 2008
“ Arai adalah orang kebanyakan. Laki-laki seperti ini selalu bertengkar dengan tukang parkir sepeda, meributkan uang dua ratus perak. Orang seperti ini sering duduk di bangku panjang kantor pegadaian menunggu barangnya ditaksir. Barangnya itu dulang tembaga busuk kehijau-hijauan peninggalan neneknya. Kalau polisi menciduk gerombolan bromocorah pencuri kabel telepon, maka orang berwajah serupa Arai dinaikkan ke bak pick up, dibopong karena tulang keringnya dicuncung sepatu jatah kopral. Dan jika menonton TVRI, kita biasa melihat orang seperti Arai meloncat-loncat di belakang presiden agar tampak oleh kamera.
Wajah Arai laksana patung muka yang dibuat mahasiswa-baru seni kriya yang baru pertama kali menjamah tanah liat, pencetsana , melendung sini. Lebih tepatnya, perabotan di wajahnya seperti hasil suntikan silikon dan mulai meleleh. Suaranya kering, serak, dan nyaring, persis vokalis mengambil nada falseto—mungkin karena kebanyakan menangis waktu kecil. Gerak-geriknya canggung serupa belalang sembah. Tapi matanya istimewa. Di situlah pusat gravitasi pesona Arai. Kedua bola matanya itu, sang jendela hati, adalah layar yang mempertontonkan jiwanya yang tak pernah kosong “.
Judul Buku : Sang Pemimpi
Penulis : Andrea Hinata
Penerbit : P.T. Bentang Pustaka
Jumlah Halaman : x + 292 Halaman
Cetakan : ke-14, Januari 2008
“ Arai adalah orang kebanyakan. Laki-laki seperti ini selalu bertengkar dengan tukang parkir sepeda, meributkan uang dua ratus perak. Orang seperti ini sering duduk di bangku panjang kantor pegadaian menunggu barangnya ditaksir. Barangnya itu dulang tembaga busuk kehijau-hijauan peninggalan neneknya. Kalau polisi menciduk gerombolan bromocorah pencuri kabel telepon, maka orang berwajah serupa Arai dinaikkan ke bak pick up, dibopong karena tulang keringnya dicuncung sepatu jatah kopral. Dan jika menonton TVRI, kita biasa melihat orang seperti Arai meloncat-loncat di belakang presiden agar tampak oleh kamera.
Wajah Arai laksana patung muka yang dibuat mahasiswa-baru seni kriya yang baru pertama kali menjamah tanah liat, pencetsana , melendung sini. Lebih tepatnya, perabotan di wajahnya seperti hasil suntikan silikon dan mulai meleleh. Suaranya kering, serak, dan nyaring, persis vokalis mengambil nada falseto—mungkin karena kebanyakan menangis waktu kecil. Gerak-geriknya canggung serupa belalang sembah. Tapi matanya istimewa. Di situlah pusat gravitasi pesona Arai. Kedua bola matanya itu, sang jendela hati, adalah layar yang mempertontonkan jiwanya yang tak pernah kosong “.
II. Gambaran Umum Isi Buku
Kutipan di atas adalah penggalan dari novel Sang Pemimpi yang banyak bercerita tentang persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi atau pengharapan. Mulanya, cerita ini lebih bernuansa komikal dengan latar kenakalan remaja pada umumnya. Canda tawa khas siswa SMA sangat kental.
Novel Sang Pemimpi menceritakan tentang sebuah kehidupan tiga orang anak Melayu Belitong yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron yang penuh dengan tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan yang memesona sehingga kita akan percaya akan adanya tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan kekuasaan Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang demi menuntut ilmu di SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka tinggal di salah satu los di pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli ngambat untuk tetap hidup sambil belajar. Mereka mempunyai harapan agung dengan statement yang sangat ambisius : “Cita-cita kami adalah kami ingin sekolah ke Prancis! Ingin menginjakan kaki di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajah Eropa sampai ke Afrika ”. Dengan perjuangan hidup mesti serba terbatas dan banyak rintangan Ikal dan Arai akhirnya diterima kuliah di Universite de Paris, Sorbonne, Prancis. Sedangkan Jimbron tetap di Belitong mengurusi kuda milik capo.
Selain menggambarkan betapa kuatnya kekuatan mimpi, pada novel ini Andrea juga mencitrakan kebijaksanaan seorang ayah yang begitu besar. Pengorbanan dan ketulusan seorang ayah dalam mendukung mimpi anaknya di tengah keterbatasan hidup menjadikan semangat bagi Ikal dan Arai dalam menggapai impiannya.
III. Kelebihan dan Kekurangan Buku
Banyak kelebihan-kelebihan yang didapatkan dalam novel ini. Mulai dari segi kekayaan bahasa hingga kekuatan alur yang mengajak pembaca masuk dalam cerita hingga merasakan tiap latar yang terdeskripsikan secara sempurna. Hal ini tak lepas dari kecerdasan penulis memainkan imajinasi berfikir yang dituangkan dengan bahasa-bahasa puitis. Penulis juga menjelaskan tiap detail latar, sehingga pembaca selalu menantikan dan menerka-nerka setiap hal yang akan terjadi. Selain itu, kelebihan lain daripada novel ini yaitu kepandaian Andrea dalam mendeskripsikan karakter-karakter sehingga kesuksesan pembawaan yang melekat dalam karakter tersebut begitu kuat.
Pada dasarnya novel ini hampir tiada kelemahan. Hal itu disebabkan karena penulis dengan cerdas menggambarkan keruntutan alur, deskripsi setting dan kekuatan karakter. Baik ditinjau dari segi kebahasaan hingga sensasi yang dirasakan pembaca sepanjang cerita, novel ini dinilai cukup baik dan bermutu.
IV. Ciri Kebahasaan dan Manfaat Buku
Alur cerita dan gaya bahasa yang disajikan dikemas begitu bagus dari awal hingga akhir. Di setiap peristiwa, pengarang dengan cerdas menggambarkan karakteristik dan deskripsi yang begitu kuat pada tiap karakternya. Sehingga pembaca bisa dengan mudah mencerna jalan ceritanya. Bahasanya pun sangat memikat, dengan dibumbui ragam kekayaan bahasa dan imajinasi yang luas. Novel ini memiliki kekayaan bahasa sekaligus keteraturan berbahasa Indonesia.
Begitu banyak manfaat yang didapat dari membaca buku ini. Novel ini kebanyakan mengajarkan nilai sosial bagi pembacanya. Nilai sosial tergambarkan pada isi novel ini, rasa setia kawan yang begitu tinggi antara tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron. Masing-masing saling
mendukung dan membantu antara satu dengan yang lain dalam mewujudkan impian-impian mereka sekalipun hampir mencapai batas kemustahilan. Dengan didasari rasa gotong royong yang tinggi sebagai orang Belitong, dalam keadaan kekurangan pun masih dapat saling membantu satu sama lain.
Amanat yang disampaikan dalam Sang Pemimpi ini adalah jangan berhenti bermimpi. Hal itu sangat jelas pada tiap-tiap cerita. Yang pada prinsipnya manusia tidak akan pernah bisa untuk lepas dari sebuah mimpi dan keinginan besar dalam hidupnya. Hal itu secara jelas digambarkan penulis dalam novel ini dengan maksud memberikan titik terang kepada manusia yang mempunyai mimpi besar namun terhambat oleh segala keterbatasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar